Senin, 04 November 2013

Dia.. (2)

Tuhan..apa yang akan terjadi nanti?
perasaanku aneh, aku mulai tidak yakin dengan perasaanku..apa yang ada dipkirankuuu..

Sejak Tio mengatakan kata-kata itu aku mulai merasa aneh. Kenapa dia berkata seperti itu?ada apa dengan dia?aku terlalu takut untuk menanyakannya, aku takut hal itu akan menyakitinya..
Aku tak bisa tidur memikirkannya,,dan kuputuskan untuk menanyakannya..aku akan ke rumah Tio.

"Assalamu alaikum?.."."iya, waalaikum slam..eh km ri,ayo masuk..". Aku duduk dihadapannya, menatap wajahnya yang selalu menenangkanku. Dan memberanikan diri untuk menanyankannya. "eemm..Tio, apa kamu ada masalah?tolong cerita sama aku kalau kamu ada masalah..aku akan sedih jika kamu tidak membagi kegundahanmu Tio". "Aku tahu kamu pasti akan heran dengan sikapku kemarin yang tiba-tiba berkata aneh..Thari sayang..aku hanya". Sambil mengubah posisi duduknya dan pindah disampingku, dia  menggemgam tanganku erat. "Aku hanya tidak ingin sesuatu terjadi pada hubungan kita Ri..aku takut kamu akan jenuh dengan hubungan kita, dengan kehidupan keluargaku, adik2 ku bahkan aku sendiri Ri..aku takut kamu akan jenuh denganku, dengan semua kewajiban yang aku lakukan".."Tenang Tio, jangan berfikir seperti itu, aku senang dengan kehidupan keluargamu. Aku sudah menganggap Ibumu seperti Ibuku sendiri, begitu pula dengan adik2mu. Aku sayang mereka Tio, seperti aku menyayangimu. Selama ini aku pun tidak pernah keberatan dengan rutinitasmu sebagai kakak untuk adik2mu, begitupula dengan kewajibanmu sebagai anak dari Ibumu Tio. Aku sudah terlanjur sayang dengan semuanya, aku sangat sayang keluargamu Tio. Aku sayang kamu Tio"..

Setelah dari rumah Tio waktu itu, aku semakin yakin dengan perasaanku dan aku akan selalu sayang Tio..
Hari-hariku bersama Tio kujalani seperti biasanya, tak ada yang berubah kecuali rasa sayang kami berdua yang semakin baertambah. Tiap kali bersama Tio, ada saja temanku yang iri dengan keakraban kami. Katanya kami terlalu kekanakan karena terus-terusan bersama dan tidak bisa mandiri. Namun nyatanya mereka tak tahu apa-apa tentang kami dan hal itu sama sekali tidak mengganggu hubungan kami.

Sabtu pagi, aku ke rumah Tio. Seperti biasanya aku membawa mkanan buatan sendiri dari rumah. Tio memang sering memintaku untuk membuatkan dia mkanan, katanya untuk membiasakan diri menjadi ibu rumah tangga kelak. Tapi hal itu tidak membuatku risih, aku senang saja dan dengan begitu pun aku juga belajar menjadi calon istri yang baik di mata Tio. Itu adalah harapan kami berdua.
Sesampainya di rumah Tio, aku pun tidak segan-segan menyiapkan mkanan yang sudah kusiapkan untuknya. Kuajak Ibu dan adik2nya untuk ikut makan bersama, walau Ayah  Tio tidak bersama kami karena kerja di Jakarta hal ini tak mengubah suasana rumah saat itu, senang rasanya melihat mereka mkan masakanku.

Kata Tio, minggu depan dia akan ujian skripsi. Tentu saja tanpa disuruhnya aku membantunya menyiapkan semua kebutuhannya, baik itu pakaian yang akan digunakannya, mkanan yang akan disiapkan untuk para pengujinya dan tentu saja menggantikan Tio mengantar adiknya ke sekolah. Aku pun tidak mengganggu Tio dengan sms2 dariku untuk beberapa saat hingga Tio selesai ujian walau dia tak menyuruhku.
Dan akhirnya tiba hari itu, Tio dengan kemeja putih dan celana hitam yang sudah kusiapkan jauh hari siap untuk berperang dengan para dosen pengujinya.
Sekitar 2 jam aku menunggunya selesai ujian, tepat di depan ruangan uji. Dan kemudian dia keluar dengan raut wajah haru. "Thari sayang, aku lulus dengan nilai yang memuaskan.."katanya kemudian. Aku langsung memeluknya dan ikut bahagia dengan kesuksesan ujian yang diraihnya.

Sebulan setelah acara wisuda Tio, Tio datang ke rumah. "Thari, aku ingin membicarakan sesuatu", katanya padaku saat itu. "Baik cerita saja, ada apa?tidak biasanya kamu ke rumah hanya untuk membicarakan sesuatu Tio, adaapa?", kataku kemudian. "Begini, seperti yang kamu tahu bahwa sebulan ini aku sudah mendaftar kerjaan di beberapa perusahaan. Dan...aku baru dapat kabar semalam kalau aku ternyata diterima Ri..". "Loh?bagus dong sayang, trus ada apa?kenapa wajahmu ragu begitu?", tanyaku. "Masalahnya, aku diterima  di Jakarta Ri..aku tidak mau jauh darimu", kata Tio menatapku. Walau sedikit terkejut mengetahui Tio diterima di Jakarta aku tetap mencoba menyemangatinya, karena aku tahu dia sangat membutuhkan pekerjaan itu. "Bagus dong Tio, kau akan bertemu ayahmu disana kan. Jangan khawatir begitu, aku senang kamu diterima Tio dan aku tidak mau menjadi penghalang untuk kesuksesanmu" sakit rasanya mengatakannya. "Benar kamu setuju Ri?kamu tak apa2 aku tinggal ke Jakarta?" tanyanya lagi. "Tidak apa2 sayang, aku yakin ayahmu akan senang kalau kamu kerja disana. Yang jelas kamu jangan sampai lupa sama aku yah, aku terlalu sayang kamu Tio", dengan senyum penuh haru kuikhlaskan Tio pergi meninggalkanku. "Terimakasih sayang, aku juga sayang kamu, aku tidak akan melupakanmu" kata Tio.

Itu kalimat terakhir  Tio sebelum dia akhirnya harus berangkat ke Jakarta. Selama beberapa  minggu menjalani hubungan jarak jauh ini, aku mulai terbiasa. Tio tetap menghubungiku rutin, di Jakarta dia tinggal bersama ayahnya. Dia pernah menceritakan tentang rekan kerjanya yang sering jail mengutak-atik isi handphone Tio, nama temannya adalah Alvin. Tio pernah mengenalkanku dengan dia, orangnya lucu dan benar-benar jail. Dia pernah menggunakan handphone Tio dan menghubungiku dan memberitahu kalau Tio masuk rumah sakit tapi ternyata tidak. Aku sampai kaget dan cepat2 menghubunginya, dan akhirnya lega mendengar suara Tio yang baik2 saja.

5 bulan menjalani hubungan jarak jauh ini, tidak membuatku khawatir. Karena Tio tetap tidak berubah denganku, tetap seperti Tio yang kukenal. Hari-hari pun terus berlalu, hingga akhirnya kurasakan gelagat aneh dari Tio. Dia mulai jarang menghubungiku awalnya aku memakluminya, mungkin dia sibuk dengan pekerjaannya. Namun tiap kali ku kirimi pesan singkat, tak pernah ada balasan darinya. Aku pun menghubunginya namun tak jarang nomor Hp nya sibuk.
Aku mulai gelisah, dan mencoba menanyakan pada Alvin. Namun, Alvin tak memberikanku jawaban yang mengurangi kegelisahanku. Kata Alvin, dia sudah dipindahkan ke divisi lain dan tidak bersama Tio lagi. Aku  pun semakin gelisah, aku menceritakan masalah ini pada mama. Kata mama aku harus siap dengan kenyataan yang mungkin terjadi dan mama menyuruhku untuk tidak terlalu berharap dengan Tio. Hal ini semakin membuatku takut, takut kehilangan imam yang kunanti selama ini, takut cita2 yang telah direncanakan bersam hanya cerita belaka dan tentunya takut kalau Tio akhirnya bersama wanita lain.
Aku sangat terpukul dengan keadaan ini, Tio yang dulu kukenal sangat mengkhawatirkanku jika jauh darinya kini entah bagaimana kabarnya.
Lebih lagi ketika ke rumah Ibunya, ternyata mereka sekeluarga telah pindah ke Jakarta tanpa memberitahuku. "Apa yang terjadi Tuhaaan.".teriakku dalam doa.

Hingga setahun kemudian,kudapati surat di depan pintu rumahku yang berisikan...

       Dear k' Thari yang kusayang

 Bagaimana kabar kk'?aku sangat berharap kk' baik-baik saja disana..

 aku sangat mencemaskan kk' kurang lebih selama setahun ini. maaf k' karena tidak pernah mengabari kk' selama ini, bahkan waktu pindah ke Jakarta kami pun tidak mengabari kk'. sebenarnya aku sangat menentang waktu ayah memutuskan kami untuk pindah ke Jakarta, tapi ayah bersi keras untuk meminta kami pindah sehingga dengan berat hati aku ikut pindah. Saat tiba di Jakarta aku segera meminta k' Tio untuk menghubungi kk'. Tapi ayah melarangku dan segera melempar handphone k' Tio hingga rusak. aku tidak mengerti dengan sikap ayah saat itu, bahkan k' Tio yang aku fikir sangat sayang sama kk' tidak berani untuk kembali menghubungi kk' saat dilarang sama ayah.Maafkan k' Tio k'..k' Tio sangat sayang sama kk' bahkan hingga saat  ini. k' Tio yang memberitahuku alamat kk' sehingga aku bisa mengirim surat ini  ke kk'.

Sebenarnya ayah punya rekan kerja di kantor, selama ini ayah sudah berencana untuk menikahkan k' Tio dengan anak rekan kerja ayah itu. Namanya mbak Dian, mbak Dian orangnya tidak pakai jilbab kayak kk'. k' Tio sangat sedih k' waktu diberitahu ayah kalau harus menikahi mbak Dian. k' Tio tidak berani menolak karena takut penyakit jantung ayah yang selama ini dideritanya kumat. Ibu juga sedih k' ketika tahu k' Tio akan dijodohkan dengan mbak Dian.. seminggu lagi acara nikahan k' Tio k', aku sangat ingin kk' yang duduk di pelaminan bersama k' Tio. aku sangat sedih melihat k' Tio yang dengan pasrahnya menerima perjodohan ini k'. 

Aku sangat sayaaaang sama kk', begitu pula dengan ibu dan lebih lagi k' Tio. tiap malam aku melihat k' Tio mendoakan kk' agar segera bertemu dengan jodoh yang cocok untuk kk' dan memberi kebahagiaan pada kk'.

Jangan sedih ya k', semoga kk' bisa menerima ini semua..

maafkan k' Tio k', maafkan ayah yang tidak tahu tentang hubungan kk' dengan k' Tio..

semoga kk' mendapatkan jodoh yang pantas untuk kk'.

 

                                                                                                           cium peluk dari aku k'

 

                                                                                                                       Pipit..



Terjawab semua pertanyaan di benakku selama ini..k' Tio yang sangat kusayang ternyata untuk orang lain..Tak hentinya aku menangis saat membaca surat dari Pipit, kupeluk erat tubuh mamaku yang ikut menangis melihatku. Seorang imam keluarga yang kudambakan selama ini telah disiapkan untuk wanita lain.. Rasa sayangku yang begitu besar terhadap k' Tio harus hilang begitu saja..
Selamat menempuh hidup baru k' Tio yang kusayang,,semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah,,seperti yang kita rencanakan dulu...